Selasa, 11 April 2017

BAGAIMANA PEMIKIRAN AL MATURIDI TENTANG MELIHAT TUHAN

BAGAIMANA PEMIKIRAN AL MATURIDI TENTANG MELIHAT TUHAN
Halaqoh Ilmiah
Dipresentasikan pada tanggal 27 Desember 2016

Pengasuh:
Alm. Prof. DR. Kyai H. Achmad Mudlor, SH.
Oleh:
Abdullah Mujahid
Mahasiswa Semester XI
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya



 LEMBAGA TINGGI PESANTREN LUHUR MALANG DESEMBER 2016


A.    PENDAHULUAN
Kita sebagai penganut Ahl as-Sunnah wa a-Jama’ah sudah semestinya tau dalam berakidah mengikuti imam Abu hasan Al-Asy’ari dan imam Abu Manshur al-Maturidi.Teologi sebagai sebuah pembahasan ajaran-ajaran yang mendasar dari suatu agama dimana termasuk mengembangkan paham tentang Tuhan. Islam sebagai agama tentunya tidak lepas dari adanya teologi.
Pemikiran Asy’ariyah berhadapan langsung dengan keompok Mu’tazilah, tapi Maturidiyah menghadapi berbagai kelompok yang cukup banyak. Di antara kelompok yang muncu pada waktu itu adalah Mu’tazilah, Mujassimah, Qaramithah, Jahmiyah. Juga kelompok agama lain, seperti Yahudi, Majusi dan Nasranidalam jumlah yang besar. Pada paper ini akan dibahas menegenai bagaimana pemikiran Al-Maturidi tentang melihat tuhan.


B.    PEMBAHASAN
1.    Biografi Al-Maturidy
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Abu Mansur Al-Maturidi, ia di lahirkan di sebuah kota yang bernama “maturid” didaerah Samarqand, Asia tengah (termasuk daerah Uzbekistan). Ia diperkirakan lahir pada tahun 270 H. Ia memiliki faham (I’tiqad) sama atau hampir sama dengan Imam al-Asy’ari, ia wafat di desa Maturidy 10 tahun sesudah wafatnya Imam Abu Hasan al-Asy’ari yaitu pada tahun 333 H/ 944 M beliau berjasa besar dalam mengumpulkan, memperinci, dan mempertahankan I’tiqad Ahlussunnah wal-Jama’ah itu sebagaimananya dengan Imam al-Asy’ari.
2.    Pemikiran Al-Maturidy
Dunia Islam dahulu sampai sekarang menganggap kedua Imam ini adalah pembangun manhaj Ahlussunnah wal-Jama’ah. Berkata Sayid az-Zabidi, pengarang kitab “Ittikhafus sadatul Muttaqien” yaitu kitab yang mensyarahi kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Ghazali;

إذ أطلق أهل السنة والجماعة فالمرادبهم الأشاعرة والماتريدية
اتحاف سادات المتقينج2ص

6
“Apabila Ahlussunnah wal jamaah disebutkan, maka yang dimaksudkan adalah pengikut madzhab al-Asy‟ari dan al-Maturidi.”[15]
Selain itu, aliran Maturidiyah merupakan salah satu dari sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah yang tampil bersama dengan Asy’ariah. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang berada di barisan paling depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstrimitas kaum tekstualis di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabillah (para pengikut Imam Ibnu Hambal). aliran Asy’ariyah di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas ke Mesir, sedangkan aliran Maturidiyah di Samarkand dan di daerah-daerah di seberang sungai (Oxus-pen). Kedua aliran ini bisa hidup dalam lingkungan yang kompleks dan membentuk satu mazhab. Nampak jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah Fiqh kedua aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (para pengikut Imam Hanafi) membentengi aliran Maturidiyah, dan para pengikut Imam al-Syafi’i dan Imam al-Malik mendukung kaum Asy’ariyah.
Seperti yang kita ketahui, al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan akal dan dalam memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia. Maka dari itu, Al-Maturidi melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran sendiri. Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kerana itu juga, aliran Maturiyah sering disebut “berada antara teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah”.[18]
Al Maturidi memiliki banyak buku termasuk, “Ushul Fiqh”, “Tafsir”, “Takwil” yang dia gunakan untuk menyerang Jahmiyah dan salah satu bukunya yang terkenal yaitu “Kitab al-Tauhid”. Dalam “Kitab al-Tauhid”, tidak disebutkan tentang Tauhid Uluhiyah, pembicarannya murni tentang Tauhid Rububiyah dan sesuatu yang berhubungan kepada Tanzih
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur’an dan akal dalam hal ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut.
Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya. Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam,[21] yaitu:
1.    Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu
2.    Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu
3.    Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asy’ari. Pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran al-Asy'ariyah dalam merad pendapat-pendapat Mu'tazilah.Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka atau dalam masalah cabang.
Pemikiran-pemikiran al Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.

3.    Tentang Melihat Tuhan  (Ru’yatullah)
Maturidi menetapkan bahwa tuhan bisa dilihat mata kepala manusia nanti di akhirat, namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.karena ia mempunyai wujud Ru’yatullah dihari akhirat termasuk perihal kiamat, hanya Allah yang mengetahui perihal kiamat. Kita ‘kata maturidi’ tidak mengetahuinya kecuali ibarat yang terdapat dalam nash. Tidak perlu kita menanyakan bagaimana caranya nanti melihat Tuhan itu. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur’an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23.



Artinya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. [QS. Al-Qiyamah(75:22-23)]
Sedangkan dalam melihat Tuhan di alam dunia, pendapat Al-Maturidi tidak jauh beda dengan Asy’ari bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah. Al-Maturidi juga mengedepankan Akal dan rasio karena akal dapat membantu manusia untuk memahami adanya Allah/keesaan Allah, sifat dan dzat Allah
Dalam Sifat tuhan faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.


C.    KESIMPULAN
Abu Mansur Al-Maturidi adalah pencetus aliran Al-Maturidiah pembangun manhaj Ahlussunnah wal-Jama’ah bersama Abu Hasan Al-Asy’ari. Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur’an dan akal. Dalam pemikirannya tuhan bisa dilihat mata kepala manusia nanti di akhirat sedangkan di dunia kita melihat tuhan sifat-sifatNya.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), Cet. X; Jakarta:Bulan Bintang, 1993, h. 70.
Anonim. 2016. .http://abasawatawalla01.blogspot.com/2013/06/seajarah-dan-pemikiran-al-asy-dan-l.html/ diakses 25 desember pukul 08.03 WIB
Ibrahim Madkur, Fi al-Falsafat al-Islamiyah, terj. Yudian Wahyudi Asmin dengan judul, Aliran dan Teori Filsafat Islam Cet.1 ; Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Rozak, Abdul & Anwar, Rohison, Ilmu Kalam. CV Pustaka Setia, Bandung, 2009
Sahilun A. Nasir, PemikiranKalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, danPerkembangannya, Jakarta: RajagrafindoPersada, 2010, h. 187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas masukannya