1 februari 2013
Pengasuh: Prof.
DR Kyai H. Achmad Mudlor,SH.
Oleh:
Abdullah
Mujahid
Mahasiswa
Semester IV
Program
Studi Agroekoteknologi
Fakultas
Pertanian
Universitas
Brawijaya
A. PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan hambaNya dapat
berdzikir kepadaNya. Jika bukan karena karunia dan anugerahNya niscaya tidak
patut dan tidak layak kita berdzikir kepadaNya. Karena Allah sendiri yang
menisbatkan dzikir ini kepada kita dan menjadikan kita terasa di sisi Allah.
Maka dengan demikian Allah telah menyempurnakan ni’matnya kepada kita semua.Jangan
meninggalkan zikir, kerana engkau belum selalu ingat kepada Allah di waktu berzikir,
kelalaianmu terhadap Allah ketika tidak berzikir lebih berbahaya daripada
kelalaianmu terhadap Allah ketika kamu berzikir. Maka patutlah kita bersyukur kepadanya.[1]
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah,
zikir yang sebanyak-banyaknya.(Al Ahzab:41)
Tentu setiap orang mendabakan ketenangan hati dan
pikiran, tidak ada konflik batin dan pikiran tidak ada konflik batin dalam hidupnya, bisa tetap tegar,
kuat, sabar, tawakal, dan tetap dapat tersenyum walaupun sedang dihimpit
berbagai macam persoalan hidup yang berat dan berada dalam berbagai ketidak-
mungkinan.
Kita semua mengakui bahwa hati, pikiran, dan
kehidupan kita setiap saat dapat berubah dengan cepat, yang kadang tanpa bisa
kita kendalikan perubahannya, maka membawakan kita pada suatu keadaan, baik itu keadaan yang
menyenangkan atau kadang membawa kita pada keadaan yang tidak menyenangkan.
Sebenarnya itu dapat kita atasi dengan suatu amalan
yang sangat mudah kita lakukan, di mana saja, kapan saja, setiap saat, setiap
waktu, yaitu zikir. mengapa zikir karena, dengan membiasakan hidup berzikir,
kita akan mendapatkan ketenangan, bahkan saat yang paling sulit sekalipun
dengan berzikir kita akan mempunyai keyakinan yang mendalam terhadap
janji-janji Allah, dan hal tersebut akan membuat kondisi mental kita menjadi
sangat mantap dan setabil dalam menghadapi situasi apapun.
Dalam Ayat Al-Qur’an
tersebut Allah memerintahkan kita untuk berdzikir dan kebanyakan orang awam
mengartikan dzikir sebagai repetisi dari lisan biasanya dengan mengucap
kalimat-kalimat thoyyibah seperti tasbih, tahmid dan tahlil. Namun pada
kenyataannya dzikir tidak hanya sekedar repetisi lisan namun juga dapat
dilakukan oleh hati dan anggota tubuh lainnya dan pada pembahasan akan di
terangkan lebih lanjut mengenai dzikir.
B. PEMBAHASAN
Ø Pengertian Dzikir dan Repetisi
Sebelum
berbicara mengenai apa itu zikir, terlebih dahulu dilihat dari definisi
masing-masing, zikir ditinjau dari segi bahasa (Lughatan) atau etimologi,
adalah mengingat, sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan
ucapan-ucapan pujian kepada Allah. Menurut syaikh Ahmad Fathani mengatakan
zikir asal mulanya diartikan bersih (As-shafa),Wadahnya adalah menyempurnakan
(Al-wafa), dan syaratnya adalah hadir
dihadiratNya (Hudhur), harapannya adalah amal shaleh, dan hasiatnya adalah terbukanya
tirai rahasia atas kedekatanya kepada Allah SWT.[2]
Zikir
berasal dari pecahan kata dzakara, yadhkuru, dkiran Dari kata tersebut secara
bahasa (lughat) memiliki beberapa arti, seperti : meyebut, mengingat, menuturkan, menjaga, memperhatikan, mengenang, mengenal,
mengambil pelajaran dan seterusnya.[3]
Zikir artinya mengingat (recollection).Adapun yang
dimaksud di sini adalah mengingat Allah, Tuhan pencipta alam. Biasanya zikir dihubungkan dengan
menyebut-nyebut nama Allah. Tetapi dalam artinya yang lebih umum, tindakan atau
perbuatan apapun yang bisa mengingatkan kita kepada sang pencipta adalah zikir.
Oleh karena itu, dalam arti ini zikir bisa mengambil bentuk menyebut-nyebut nama
Allah, tadabbur, dalam arti mengeksplorasi ciptaan Tuhan, dan tafakkur,
dalam arti merenungkan segala ciptaan, kebaikan dan keagungan Tuhan yang
ditemukan di dalamnya, sejauh kegiatan-kegiatan tersebut bisa mengingatkan pelakunya
kepada Allah.[4]
Repetisi dalam kamus bahasa indonesia adalah ulangan (pelajaran); latihan; gaya bahasa yg menggunakan kata kunci
yg terdapat di awal kalimat untuk mencapai efek tertentu dalam penyampaian makna ulangan.Repetisi merupakan bahasa serapan dari repeat yang berarti mengulang atau melatih, jadi dari judul
tersebut dapat diartikan bahwa dzikir
bukan hanya sebagai pengulangan lisan.[5]
Ø Dzikir tidak sekedar repetisi lisan
Dzikir tidak
sekedar repetisi lisan yaitu dalam mengingat Allah kita tidak hanya mempraktekannya
sebatas pengulangan atau melatih lisan saja namun juga di lakukan dengan hati
dan jiwa raga. Karena dalam berdzikir tidak cukup menggunakan lisan tanpa ke
terlibatan hati dan jiwa raga, seperti perkataan ibnu Atho’dalam kitab Al-Hikam
وَفِكْر شُهُوْدٍ بَاطِنِ
عَنْ اِلاَّ ذِكْرٍ ظَاهْرُ مَاكَانَ
“Tidak akan terjadi (terlahir) zikir kecuali timbul dari
pemikiran dan penglihatan bathin”.
Memang zikir bukan hanya sekedar bunyi yang timbul
dari ucapan bibir dan lidah, akan tetapi ia lahir dari suara hati dan batin
para hamba Allah yang menghidupkan dzikirnya. Dzikir itu walaupun
ibadah sunat, akan tetapi ia sangat utama, bahkan
sesuatu yang besar dan berbekas. Berdzikir adalah pengakuan
yang diucapkan dengan hati dan lisan akan keagungan Allah Swt.[6] Bibir, lidah dan hati
berpadu menjadi satu, bergerak
secara rutin membunyikan asma Allah dengan hati dan lisan, sehingga terbukalah pengelihatan batin dan senantiasa
dekat kepada Allah. Oleh karena itu dzikir memiliki 3 macam yaitu dzikir lisan, dzikir qolbi
dan dzikir amali. Sedangkan dalam tingkatannya dzikir juga di bagi 3 yaitu
dzikir jali, dzikir khofi dan dzikir haqiqi.4
Meskipun dzikir
tidak sekedar repetisi lisan namun, peranan dzikir lisan sangatlah penting
terutama bagi orang muslim awam atau seorang salik. Meskipun dzikir lisan tidak di barengi dengan hadirnya hati namun hal ini di maksudkan untuk
mendorong agar hatinya hadir menyertai ucapan-ucapan lisan itu dan dzikir ini di kategorikan sebagai dzikir
jali.
Dalam kiab ihya’ulumuddin di tuliskan. Adapun dzikir
dengan lisan dan hati itu lalai, adalah sedikit manfaatnya. Dalam beberapa
hadits ada pula, yang menunjukkan kepada yang demikian. Kehadiran hati pada
sekejap waktu dengan dzikir dan lengah dari mengingat Allah 'Azza wa Jalla dan
sibuk pula dengan dunia, adalah sedikit manfaatnya. Dzikir itu memiliki awal
dan akhir. Awalnya, mewajibkan jinak hati dan cinta. Akhirnya, mewajibkan: jinak
hati dan cinta. Dan timbullah darinya - dan itulah yang dicari - jinak hati dan
cinta.[7]
Adapun faedah zikir itu ada lima,
yaitu:
a. Berisi bukti ridla
Allah.
b. Meningkatkan
aktivitas taat.
c. Selama zikir
dilindungi dari gangguan syetan.
d. Hati menjadi lunak.
e. Terpelihara dari
laku ma’siat.
Dan apabila
telah menyatu antara dzikir lisan dan dzikir qolbi, maka terciptalah manusia
dalam suatu keadaan yaitu syukur seperti firman Allah:
فَاذْكُرُونِي
أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu,
ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(Al-Baqarah: 152)
Ø Macam-macam Dzikir
Ø Dzikir Lisan
Dzikir lisan
adalah menyebut nama Allah dengan berhuruf dan bersuara. Dzikir ini sukar
melakukannya terus menerus karena banyak kesibukan yang mengganggu. Seperti
bekerja mencari nafkah, mengatur pendidikan anak, membersihkan rumah dan
lain-lain yang dapat melengahkan dzikir lisan tersebut.
Q.S. Al Ahzab: 41-42
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرً ا.
وَأَصِيلًا
بُكْرَةً وَسَبِّحُوهُ
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah,
zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan
bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.
Dzikir ini biasanya dilakukan dengan mengucap kalimat-kalimat thoyyibah seperti tasbih, tahmid dan tahlil juga membaca Al Qur’an. Namun pada kenyataannya
dzikir tidak hanya sekedar repetisi lisan namun juga dapat dilakukan oleh hati
dan anggota tubuh lainnya dan pada pembahasan akan di terangkan lebih lanjut
mengenai dzikir
Zikir kepada
Allah dengan lisan tanpa diiringi zikir dengan hati, nilainya sangat
kurang, bagaikan jasad tanpa ruh. zikir kepada Allah dengan lisan adalah
mengucapkan dengan semua perkataan untuk mendekatkan kepada Allah. Yang
tetinggi adalah uacapan ‘Lailaha illallahu’.8
Ø Dzikir Qolbi
Dzikir dengan
hati ialah mengingat Allah dalam hati, dan di sebut juga Dzikr bil jinan. Dzikir
kepada Allah dengan hati, ialah menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah di
dalam diri dan jiwanya
sendiri sehingga mendarah daging dan tidak
dengan suara. Dzikir dengan hati lebih mudah di lakukan dari pada dzikir dengan
lisan dan lebih terhindar dari hal yang dapat menghambat nya karena tidak terikat waktu dan dapat di
lakukan setiap saat.Dalam Surat Al A’raf: 205
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ
الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ
الْغَافِلِينَ
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.(Al A’raf:205)
Sifat zikir
dengan hati adalah bertafakur terhadap ayat-ayat Allah, mencintai-Nya,
mengagungkan-Nya, kembali kepadaNya, takut kepadaNya dan bertawakkal kepadaNya
serta amalan-amalan hati lainnya.
Zikir Qalbu
atau hati, disebut juga zikir: Asal dan kebesaran, ucapannya Allah, Allah. Caranya
mula-mula mulut berzikir Allah, Allah, diikuti hati, kemudian dari hati ke
mulut, lalu lidah berzikir sendiri, terus dengan zikir tanpa sadar kekuasaan
akal tidak berjalan melainkan sebagai ilham yang datang secara tiba-tiba, nur
Ilahi terbit dalam hati memberitahukan: “Innani Anallah” (Aku ini Allah), yang
baik ke mulut hingga lidah bergerak sendiri mengucapkan: Allah, Allah, Allah.
Pada tingkat ini zikir meresap terus pada diri, di mana zikir sudah terasa
panasnya di seluruh bagian tubuh, sehingga kadang-kadang terjadilah jadzab. Zikir
ini adalah makanan utama hati, karena ia bergerak-gerak, Allah, Allah dalam
hati. Zikir Qalbu ini dapat juga disebut zikir “ismu dzat” karena ia langsung
berzikir dengan menyebut nama Dzat.6
Ø Dzikir jawarih
Dzikir jawari
atau dzikir amali yaitu dzikir dengan anggota tubuh berupa keadaan seluruh jiwa
raga tenggelam dalam ketaatan kepada Allah SWT.
Q.S An-Nisa’ : 103
فَإِذَا قَضَيْتُمُ
الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚفَإِذَااطْمَأْنَنْتُمْفَأَقِيمُواالصَّلَاةَۚإِنَّالصَّلَاةَكَانَتْعَلَىالْمُؤْمِنِينَكِتَابًا
مَوْقُوتًا
Maka apabila kamu
telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk
dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Juga dalam surat Ali Imran :191
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ
جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(Ali Imran: 191)
zikir kepada
Allah dengan perbuatan adalah setiap perbuatan yang mendekatkan kepada Allah
seperti menunaikan shalat, ruku', sujud, jihad (berperang di jalan Allah),
zakat. Semuanya adalah zikir kepada Allah, karena ketika anda menunaikannya
menjadikan anda taat kepada Allah, ketika itulah dzikir dengan perbuatan.
Apa bila telah
bekerjasama antara lisan (lidah) dan qalbi (hati) dalam hal zikir ini sangatlah
baik, sebab bilamana seseorang telah mengamalkan dan melakukannya dengan
disiplin, dengan sendirinya akan meningkat menjadi zikir “a’dla’a”, artinya
seluruh badannya akan terpelihara dari berbuat ma’shiyat karena zikir pada
Allah. Bagi seseorang yang hatinya telah bening dan jernih akan dapat
mengontrol anggota badannya untuk tetap berdisiplin, ucapannya akan sesuai
dengan perbuatannya, lahiriyahnya akan sesuai dengan bathiniyahnya.[8]
sebagian ulama mengatakan dzikir dengan
anggota tubuh itu ada 7 yaitu:
1. dzikir mata dengan melihat
tanda-tanda kebesaran Allah
2. dzikir dengan telinga dengan
mendengarkan yang baik-baik
3. dzikir lidah dengan memuji Allah
4. dzikir tangan dengan memberi sedekah
5. dzikir badan dengan menunaikan
kewajiban.
6. dzikir hati dengan takut dan
berharap
7. dzikir roh dengan penyerahan diri
kepada Allah.[9]
Ø Tingkatan Dzikir
Ibnu Atho, seorang sufi yang menulis Al Hikam (kata-kata hikmah) membagi
dzikir kepada tiga bagian: yaitu dzikir jali (Dzikir jalas / nyata), dzikir
khofi (dzikir yang samar-samar) dan dzikir hakiki (dzikir yang
sebenar-benarnya).
1. Dzikir jali
ialah suatu perbuatan mengingat Allah swt dalam bentuk ucapan-ucapan lisan yang
mengandung arti pujian, rasa syukur, dan do’a kepada Allah swt.yang lebih
menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati. Misalnya dengan
membacakan tahlil (mengucapkan kalimat la ilaha illa Allah = tiada Tuhan
selain Allah), tasbih( mengucapkan kalimat Subhana Allah = Maha Suci
Allah), takbir (mengucapkan kalimat Allahu akbar = Allah Maha Besar),
membaca Al Qur’an atau do’a lainnya. Mula-mula dzikir ini diucapkan lisan,
mungkin tanpa dibarengi ingatan hati.Hal ini biasanya dilakukan oleh orang awam
(orang kebanyakan).Tapi hal ini dimaksudkan untuk mendorong agar hatinya hadir
menyertai ucapan-ucapan lisan itu.
Dzikir kali ini ada yang sifatnya Muqoyyad (terikat)
dengan waktu, tempat, atau amalan tertentu lainnya. Misalnya ucapan-ucapan
dalam shalat, ketika melakukan ibadah haji, do’a-do’a yang diucapkan ketika
akan makan, akan tidur, bangun tidur, pergi keluar rumah, mulai bekerja, mulai
belajar, melihat teman berbaju baru dan sebagainya. Banyak Al Qur’an yang
isinya perintah dari Allah swt agar manusia senantiasa berdzikir
mengingat Allah swt. Beberapa diantaranya ialah Surat An Nisa ayat 103
فَاِذَاْقَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُااللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا
وَعَلَىْ جُنُوْبِكُمْ فَاِذَاْ اِطْمَأنَنْتُمْفاَقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَاِنَّ
الصَّلاَةَ كَاْنَتْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ كِتَاباً مَوْقٌوْتاً
“Maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat mu, ingatlah Allah diwaktu
berdiri,diwaktu duduk, dan diwaktu berbaring.Kemudian apabila kamu telah merasa
aman maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa. Sesungguhnya shalat itu
adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Surat Al Maidah ayat 4
: ......وَاذْكُرُواْ اْسمَ اللهِ عَلَيْهِ وَاتَّقَُوْا اللهَ اِنَّ
اللهَ سَرِيعُ الحِسَابِ...
“……Dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertaqwalah
kepada Allah. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat
hisabnya” .
Surat Al Hajj ayat 36
:..........فاَذْ
كُرُوْا اسْمَ الله ِعَلَيْهَا صَوَّافَ.......
“Maka sebutlah Nama Allah
sambil berdiri”.
Surat al Jum’ah ayat 10
وَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلَوةُ
فَانْتَشِرُواْ فِيْ الاَرْضِ وَابْتَغُواْ مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرَواْ اللهَ كَثِيْرًا
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونْ.
.
“Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka
bumi; dan carilah karunia Allah, dan ingatlaah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung” .
Dzikir jali
yang sifatnya mutlak atau tidak terikat
dengan waktu dan tempat misalnya mengucapkan tahlil, tasbih dan takbir dimana
saja dan kapan saja.
2. Dzikir khafi
adalah Dzikir yang dilakukan secara khusyu’ oleh ingatan hati baik disertai
Dzikir lisan ataupun tidak.Orang yang sudah mampu melakukan Dzikir seperti ini
hatinya merasa senantiasa memiliki hubungan dengan Allah swt.Ia selalu
merasakan kehadiran Allah swt kapan dan dimana saja.
Didalam dunia sufi terdapat ungkapan bahwa seorang sufi ketika melihat suatu
benda apa saja, yang dilihatnya bukan benda itu,
tetapi Allah swt. Artinya bukan berarti benda itu Allah swt tetapi pandangan hatinya
jauh menembus melampaui pandangan matanya.Ia melihat bukan saja benda itu
tetapi juga menyadari akan adanya khalik yang menciptakan benda itu.
3. Tingkatan
yang paling tinggi ialah dzikir hakiki, yaitu dzikir yang dilakukan oleh
seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniyah, kapan dan dimana saja, dengan
memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa dari kalangan
Allah swt dan mengerjakan apa yang diperintahkanNya. Selain itu tiada yang
diingat selain Allah swt.Untuk mencapai tingkatan dzikir hakiki ini perlu
dijalani latihan-latihan mulai dari tingkat dzikir jali dan dzikir khafi.[10]
C. KESIMPULAN
Dzikir
berasal dari pecahan kata dzakara, yadhkuru, dkiran Dari kata tersebut secara
bahasa (lughat) memiliki beberapa arti, seperti : meyebut, mengingat, menuturkan, menjaga, memperhatikan, mengenang, mengenal,
mengambil pelajaran dan seterusnya.Dzikir
artinya mengingat (recollection). Adapun yang dimaksud di sini adalah mengingat
Allah, Tuhan pencipta alam.
Dzikir tidak hanya sekedar
repetisi lisan karena memang
zikir bukan hanya sekedar bunyi yang timbul dari ucapan bibir dan lidah, akan
tetapi ia lahir dari suara hati dan batin para hamba Allah yang menghidupkan dzikirnya. Oleh karena itu dzikir memiliki
3 macam yaitu dzikir lisan, dzikir qolbi dan dzikir amali. Sedangkan dalam tingkatan
Dzikir menurut Ibnu Atho, seorang sufi yang menulis Al Hikam
(kata-kata hikmah) dzikir juga di
bagi 3 yaitu dzikir jali (Dzikir jalas / nyata), dzikir khofi
(dzikir yang samar-samar) dandzikir hakiki (dzikir
yang sebenar-benarnya).
Dan apabila
telah menyatu antara dzikir lisan dan dzikir qolbi, maka terciptalah manusia
dalam suatu keadaan yaitu syukur.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Mustofa, 2006, Dzikir
Tauhid, ----- Padma Press, Cet. 3.
Al Qur’anul
Karim,2013. http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=76&pid=arabicid&vid
=3
Anonim, 2013. “Studi makna Dzikir Dalam Kepribadian” http://wisblog-wisblog.blogspot.com/2011/06/study-makna-dzikir-dalam-kepribadian.html.
Anonim, 2013. www.kamusbesar.com/33062/repetisi
Ibrahim,Dzikir thoriqot Tijani, http://www.cheikh-skiredj.com/Zikir-Tijani-Ustadz-Ibrahim.doc
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Semarang, CV. Asy-Syifa,
1994.
Mafa, Mujaddidul Islam. 2009 “ Menyibak
Kedasyatan Zikir” , Surabaya: Lumbung
Insani
Nawawi, Ismail. 2008, “
Risalah Zikir Dan D’oa “ , Surabaya:
Karya Agung
Shoubari, M. “Asmaul Haq Jalan Menuju Allah”. Jombang:
Mancar Timur
Syekh Ahmad Ibnu Ataillah, Mutu Manikam dari Kitab Al-Hikam,
Surabaya, Mutiara Ilmu, 1995, Cet. 1.
Yoga, 2011 Mutiara
Al Hikam http://yogaalfaiznurdinsetiawan.blogspot.com /2011/01/mutiara-al-hikam .html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas masukannya