Kamis, 07 Januari 2016

PERTUMBUHAN FASE-FASE NAFSU SEKSUAL PADA MANUSIA


PERTUMBUHAN FASE-FASE NAFSU SEKSUAL PADA MANUSIA


Halaqoh Ilmiah

Dipresentasikan pada tanggal 18 Agustus 2015


Pengasuh:

Alm. Prof. DR. Kyai H. Achmad Mudlor, SH.


Oleh:

Abdullah Mujahid



Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan

Program Studi Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya




LEMBAGA TINGGI PESANTREN LUHUR MALANG

Agustus 2015



A.    PENDAHULUAN

Setiap individu manusia pasti akan melalui tahapan-tahapan psikologis yang harus dilalui. Antara lain fase psikoseksual yaitu tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan fungsi seksual yang dapat mempengaruhi perkembangan psikologis individu tersebut. Pada umumnya setiap individu akan mengalami fase/tahap psikoseksual dalam tiap tahap perkembangan umurnya (0-18 tahun). Bila individu tersebut gagal melewati suatu masa yang harus dilaluinya sesuai dengan tahap perkembangannya maka akan terjadi gangguan pada diri orang tersebut.

Pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai fase-fase psikoseksual yang pasti dilalui setiap individu sesuai dengan tahap perkembangannya.



B.     PEMBAHASAN

fase-fase psikoseksual yang pasti dilalui setiap individu sesuai dengan tahap perkembangannya. Fase-fase tersebut adalah:


1.      Fase oral/mulut (0-18 bulan)

Yaitu fase pertama yang harus dilalui oleh seorang anak sejak dilahirkan. Pada bulan-bulan pertama kehidupan, bayi manusia lebih tidak berdaya dibandingkan dengan bayi binatang menyusui lainnya, dan ketidakberdayaan ini berlangsung lebih lama daripada spesies lain.

Pada mulanya bayi tidak dapat membedakan antara bibirnya dengan puting susu ibunya. Bayi hanya sadar akan kebutuhannya sendiri dan pada waktu menunggu terpenuhi kebutuhannya, bayi menjadi frustasi dan baru sadar akan adanya obyek pemuas pada waktu kebutuhannya terpenuhi.

Reaksi primitif pertama terhadap obyek yaitu bayi berusaha memasukkan semua benda yang dipegangnya ke mulut. Bayi merasa bahwa mulut adalah tempat pemuasan (oral gratification). Rasa lapar dan haus terpenuhi dengan menghisap puting susu ibunya. Kebutuhan-kebutuhan, persepsi-persepsi dan cara ekspresi bayi secara primer dipusatkan di mulut, bibir, lidah dan organ lain yang berhubungan dengan daerah mulut.

Dorongan oral terdiri dari 2 komponen yaitu dorongan libido dan dorongan agresif. Dorongan libido yaitu dorongan seksual pada anak, yang berbeda dengan libido pada orang dewasa. Dorongan libido merupakan dorongan primer dalam kehidupan yang merupakan sumber energi dari ego dalam mengadakan hubungan dengan lingkungan, sehingga memungkinkan pertumbuhan ego. Ketegangan oral akan membawa pada pencarian kepuasan oral yang ditandai dengan diamnya bayi pada akhir menyusui. Sedangkan dorongan agresif dapat terlihat dalam perilaku menggigit, mengunyah, meludah, dan menangis.

Jika pada fase oral ini bayi merasakan kekecewaan yang mendalam, hal ini akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Pada waktu dewasa akan mengalami gangguan tingkah laku seksual misalnya kepribadian oral sadistik yang dimanifestasikan dalam penyimpangan seksual sadisme, yaitu kepuasan seks yang dicapai bila didahului atau disertai tindakan yang menyakitkan. Sebaliknya, bila bayi mendapat kepuasan yang berlebihan maka dalam perkembangan selanjutnya dapat menjadi sangat optimis, narcistik (cinta diri sendiri), dan selalu menuntut.


2.      Fase Anal (1 1/2 - 3 tahun)


Fase ini ditandai dengan matangnya syaraf-syaraf otot sfingter anus sehingga anak mulai dapat mengendalikan beraknya. Pada fase ini kepuasan dan kenikmatan anak terletak pada anus. Kenikmatan didapatkan pada waktu menahan berak. Kenikmatan lenyap setelah berak selesai.

Jika kenikmatan yang sebenarnya diperoleh anak dalam fase ini ternyata diganggu oleh orangtuanya dengan mengatakan bahwa hasil produksinya kotor, jijik dan sebagainya, bahkan jika disertai dengan kemarahan atau bahkan ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan, maka hal ini dapat mengganggu perkembangan kepribadian anak. Dimana pada perkembangan seksualitas deawasa anak merasa jijik (kotor) terhadap alat kelaminnya sendiri dan tidak dapat menikmati hubungan seksual dengan partnernya.

Oleh karena itu sikap orangtua yang benar yaitu mengusahakan agar anak merasa bahwa alat kelamin dan anus serta kotoran yang dikeluarkannya adalah sesuatu yang biasa (wajar) dan bukan sesuatu yang menjijikkan. Hal ini penting, karena akan mempengaruhi pandangannya terhadap seks nantinya. Jika terjadi hambatan pada fase anal, anak dapat mengembangkan sifat-sifat tidak konsisten, kerapian, keras kepala, kesengajaan, kekikiran yang merupakan karakter anal yang berasal dari sisa-sisa fungsi anal. Jika pertahanan terhadap sifat-sifat anal kurang efektif, karakter anal menjadi ambivalensi (ragu-ragu) berlebihan, kurang rapi, suka menentang, kasar dan cenderung sadomsokistik (dorongan untuk menyakiti dan disakiti). Karakter anal yang khas terlihat pada penderita obsesif kompulsif. Penyelesaian fase anal yang berhasil, menyiapkan dasar untuk perkembangan kemandirian, kebebasan, kemampuan untuk menentukan perilaku sendiri tanpa rasa malu dan ragu-ragu, kemampuan untuk menginginkan kerjasama yang baik tanpa perasaan rendah diri.


3. Fase Uretral

Pada fase ini merupakan perpindahan dari fase anal ke fase phallus. Erotik uretral mengacu pada kenikmatan dalam pengeluaran dan penahanan air seni seperti pada fase anal. Jika fase uretral tidak dapat diselesaikan dengan baik, anak akan mengembangkan sifat uretral yang menonjol yaitu persaingan dan ambisi sebagai akibat timbulnya rasa malu karena kehilangan kontrol terhadap uretra. Jika fase ini dapat diselesaikan dengan baik, maka anak akan mengembangkan persaingan sehat, yang menimbulkan rasa bangga akan kemampuan diri. Anak laki-laki meniru dan membandingkan dengan ayahnya. Penyelesaian konflik uretra merupakan awal dari identitas gender dan identifikasi selanjutnya.


4.      Fase Phallus (3-5 tahun)


 Pada fase ini anak mula mengerti bahwa kelaminnya berbeda dengan kakak, adik atau temannya. Anak mulai merasakan bahwa kelaminnya merupakan tempat yang memberikan kenikmatan ketika ia mempermainkan bagian tersebut. Tetapi orangtua sering marah bahkan mengeluarkan ancaman bila melihat anaknya memegang atau mempermainkan kelaminnya.

Pada fase ini, anak laki-laki dapat timbul rasa takut bahwa penisnya akan dipotong (dikebiri). Ketakutan yang berlebihan tersebut dapat menjadi dasar penyebab gangguan seksual seperti impotensi primer dan homoseksual. Pada fase ini muncul rasa erotik anak terhadap orangtua dari jenis kelamin yang berbeda. Rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang berhubungan dengan seks tampak dalam tingkah laku anak, misalnya membuka rok ibunya, meraba buah dada atau alat kelamin orangtuanya.

 Daya erotik anak laki-laki terhadap ibunya, disertai rasa cemburu terhadap ayahnya, dan keinginan untuk mengganti posisi ayah disamping ibu, disebut kompleks Oedipus. Untuk anak wanita disebut kompleks Elektra. Kompleks elektra biasanya disertai rasa rendah diri karena tidak mempunyai kelamin seperti anak laki-laki dan merasa takut jika terjadi kerusakan pada alat kelaminnya. Bila kompleks oedipus/elektra tidak dapat diselesaikan dengan baik, dapat menyebabkan gangguan emosi pada kemudian hari.


5.      Fase Latensi (5/6 tahun-11/13 tahun)


Pada fase ini semua aktifitas dan fantasi seksual seakan-akan tertekan, karena perhatian anak lebih tertuju pada hal-hal di luar rumah. Tetapi keingin-tahuan tentang seksualitas tetap berlanjut. Dari teman-teman sejenisnya anak-anak juga menerima informasi tentang seksualitas yang sering menyesatkan. Keterbukaan dengan orangtua dapat meluruskan informasi yang salah dan menyesatkan itu. Pada fase ini dapat terjadi gangguan hubungan homoseksual pada laki-laki maupun wanita. Kegagalan dalam fase ini mengakibatkan kurang berkembangnya kontrol diri sehingga anak gagal mengalihkan energinya secara efisien pada minat belajar dan pengembangan ketrampilan.


6.      Fase genital (11/13 tahun-Dewasa)


Pada fase ini, proses perkembangan psikoseksual mencapai "titik akhir". Organ-organ seksual mulai aktif sejalan denga mulai berfungsinya hormon-hormon seksual, sehingga pada saat ini terjadi perubahan fisik dan psikis. Secara fisik, perubahan yang paling nyata adalah pertumbuhan tulang dan perkembangan organ seks serta tanda-tanda seks sekunder.

Remaja putri mencapai kecepatan pertumbuhan maksimal pada usia sekitar 12- 13 tahun, sedangkan remaja putra sekitar 14-15 tahun. Akibat perbedaan waktu ini, biasanya para gadis tampak lebih tinggi daripada anak laki-laki seusia pada periode umur 11-14 tahun Perkembangan tanda seksual sekunder pada gadis adalah pertumbuhan payudara, tumbuhnya rambut pubes dan terjadinya menstruasi, pantat mulai membesar, pinggang ramping dan suara feminin.

Sedangkan pada anak laki-laki terlihat buah pelir dan penis mulai membesar, tumbuhnya rambut pubes, rambut kumis, suara mulai membesar. Terjadi mimpi basah, yaitu keluarnya air mani ketika tidur (mimpi basah). Bersamaan dengan perkembangan itu, muncullah gelombang nafsu birahi baik pada laki-laki maupun wanita. Secara psikis, remaja mulai mengalami rasa cinta dan tertarik pada lawan jenisnya. Kegagalan dalam fase ini mengakibatkan kekacauan identitas.

Fase genital berlanjut sampai orang tutup usia, dimana puncak perkembangan seksual dicapai ketika orang dewasa mengalami kemasakan kepibadian. Ini ditandai dengan kemasaka tanggung jawab seksual sekaligus tanggung jawab sosial, mengalami kepuasan melalui hubungan cinta heteroseksual tanpa diikuti dengan perasaan berdosa atau perasaan bersalah. Pemasan impuls libido melalui hubungan seksual memungkinkan kontrol fisiologis terhadap impuls genital itu; sehinggaakan membebaskan begitu banyak energi psikis yang semula dipakai untuk mengontrol libido, merepres perasaan berdosa, dan dipakai dalam konflik antara id-ego-superego dalam menagani libido itu. Enerji itulah yang kemudian dipakai untuk aktif menangani masalah-masalah kehidupan dewasa; belajar bekerja, menunda kepuasan, menjadi lebih bertanggung jawab.


Itulah fase-fase psikoseksesual yang harus dialami oleh tiap-tiap individu. Pada dasarnya fase-fase tersebut didasari dengan suatu kenikmatan yang dirasakan oleh tubuh. Dengan mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan bila gagal ataupun berhasil dalam melewati tiap fase, maka hendaknya orangtua dan para pendidik dapat mengambil manfaatnya, sehingga kita dapat memberikan kesehatan mental putra-putri kita sedini mungkin.




C.    KESIMPULAN

Dalam pertumbuhan nafsu seksual manusia ada 6 fase yang dilalui yaitu: fase oral, fase anal, fase uretral, fase phallus, fasse latensi, dan fase genital. Pada dasarnya fase-fase tersebut didasari dengan suatu kenikmatan yang dirasakan oleh tubuh. Penggolongan tersebut juga bertujuan agar membantu orangtua dalam mendidik anaknya.



DAFTAR PUSTAKA

Syamsu Yusuf IN dan Juntika Nuriichsan .2007. Teori Kepribadian . Bandung .UPI .

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rabu, 19 Maret 2014

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH “KULTUR JARINGAN KENTANG”



LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH
KULTUR JARINGAN KENTANG




Disusun Oleh:

Nama               : ABDULLAH MUJAHID
NIM                 : 115040200111192
Kelompok       : Kamis, 2 Mei 2013
Pukul               : 13.20 WIB
Asisten             : Dina

                                                           

Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian
universitas brawijaya
Malang
2013
I.       PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Teknologi Produksi tanaman dengan menggunakan teknologi kultur jaringan vitro dengan mengisolasi bagian tanaman kemudian menumbuhkannya di media dalam kondisi steril sering disebut dengan Kultur jaringan.  Pada era modern ini perbanyakan benih tidak hanya sebatas dari biji namun juga mengembangkan perbanyakan benih sevcara vegetatif dengan metode yang lebih modern, lebih cepat dan efisiensi lebih tinggi. Faktor penting dalam kultur jaringan adalah bagian tanaman yang dikulturkan dan medianya. Jaringan tanaman yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan adalah kalus, sel, dan protoplasma, dan organ tanaman meliputi pucuk, bunga, daun, batang, dan akar. Dengan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan ini, diharapkan benih yang akan dihasilkan terjamin mutunya maupun kesehatan benih itu sendiri.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum Teknologi Produksi Benih materi Kultur jaringan yaitu agar dapat memperbanyak tanaman secara in vitro sehingga diperoleh benih-benih yang berkualitas, sehat, ceat, dan seragam dalam perbanyakan yang dilakukan. Dan dapat menyelamatkan benih yang tidak dapat tumbuh normal yang memiliki nilai ekonomis tinggi.




II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Definisi Isolasi Eksplan
·      Isolasi Eksplan adalah Pemisahan atau pengucilan sel yang akan dieksplan terhadap
                        bahan yang akan ditanam pada media kultur.
·      Isolasi Eksplan adalah Perlindungan atau penyekatan yang dilakukan pada bagian
                        tanaman yang digunakan sebagai bahan tanam pada sebuah media
                        tanam (plantlet).     
(Zulkifli, 2008)                                                                                                             
2.2    Definisi Inkubasi Eksplan
·      Inkubasi Eksplan adalah masa atau tenggang waktu antara masuknya kontaminan
                        terhadap bahan tanam (Media tanam) yang akan di tanam.
·      Inkubasi Ekpslan adalah waktu yang digunakan atau yang diperlukan oleh  penyebab
                        penyakit atau kontaminan untuk masuk ke eksplan tanaman.
                                                          (Syarifah,2009)
2.3 Teknik-teknik Aseptik Dalam Pembuatan Media
a.       Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).
b.      Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin).  (Anonymousa, 2012)
c.       Sterilisasi dengan autoclave adalah salah satu metode sterilisasi dengan uap air dibawah tekanan. Kapas penyumbat, kasa, perlatan laboratorium, plastik penutup, peralatan gelas, penyaring, air, dan media nutrisi dapat disterilisasi dengan autoclave. Hampir semua mikroba mati bila terkena uap yang sangat panas dari autoclave selama 10-15 menit/ semua obyek hendaknya disterilisasi pada suhu 121ºC dan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit. (Torres, 1989).   
2.4 Tahap Kultur Jaringan
1)   Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. (Yusnita, 2005)
2)   Pembuatan media
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
3)   Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. (Wetherell,1975)
4)   Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan merata pada peralatan yang digunakan (Yusnita, 2005).
5)   Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri) (Yusnita, 2005).
6)   Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke lapang. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif (Yusnita, 2005).



II.                MATERI BAHASAN

3.1  Pembuatan Media Perbanyakan (Inokulasi/Penanaman)
3.1.1        Metode (Tahap Pelaksanaan/Cara Kerja)







Rounded Rectangle: Buka penutup media, lalu, panaskan pinggir botol dengna api. Selanjutnya, ambil bahan tanam dan mauskkan ke dalam botol media. Tutup kembali botol dengan plastik dan karet.
 










3.1.2        Hasil Dan Pembahasan
HIDUP
MATI
1 (akar dan tunas 5 hst)
1 ( roboh 2 hst)
8 ( kontam 3 hst )
1 (tunas 10 hst)
1 ( roboh 7 hst )
4 ( kontam4 hst )


1 ( kontam 5 hst )


2 ( kontam 7 hst )


1 ( kontam 10 hst )
2
2
16
-          % eksplan yang hidup                                                  : -
-          % inisiasi tunas dan hari ke berapa tunas muncul        : -
-          % inisiasi akar dan hari keberapa akar muncul            : -
-          % kontaminasi                                                             : 10 % ( hari ke 7 hst)

Description: L:\Received\20130506_105651.jpg

2 Mei 2013

Description: L:\Received\20130506_105658.jpg4 Mei 2013(Kontam)

5 Mei 2013

Berdasarkan hasil praktikum Teknologi Produksi Benih materi kultur jaringan pada hari kamis tanggal 2 Mei 2013, eksplan yang digunakan untuk kultur jaringan yaitu tanaman kentang dimana tanaman kentang sendiri mempunyai tingkat kontaminasi dan mutasi yang tinggi sehingga untuk penangananya harus secepat mungkin dengan tanpa memberikan jeda pada setiap perlakuan. Dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan selama seminggu, eksplan kentang tidak terjadi kontaminasi pada namun ada beberapa yang terkontaminasi oleh jamur dan bakteri. Kontaminasi yang terjadi dapat dilihat pada media beserta eksplan yang muncul bercak putih yang disebabkan oleh jamur, juga dapat dilihat pada tanaman krisan yang tidak tumbuh dan mulai membusuk tiap harinya. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri). (Yusnita, 2005)
Berdasarkan literatur yang didapatkan, The explants were then surface sterilized with 70 per cent ethanol for three minutes, followed by washing with sterilized distilled water, thrice.. Then explants were inoculated (Fig.1,) on Murashige and Skoog(1962) medium supplemented with various concentration of IAA(Indole acetic acid) and Kinetin to obtain maximum shoot production (Kushal Sing and Arora,1994). The inoculated tubes were kept in the culture room, maintaining a temperature of 25±20C and a humidity of 75 per cent. It is interesting to note that there was no response when the explants were cultured in the MS medium without any supplementation, suggesting that it is essential to add growth regulators exogenously to obtain desirable results. (Nalini, 2012)
3.2  Penanaman/Isolasi Dan Inokulasi Eksplan
3.2.1        Metode (Tahap Pelaksanaan/Cara Kerja)
 













3.2.2        Hasil Dan Pembahasan hasil pengamatan + dokumentasi, bandingkan dengan  literatur
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,  bahan tanam (kentang, mawar, krisan) yang dijadikan sebagai eksplan dipotong terlebih dahulu mata tunasnya, kemudian sterilisasi menggunakan banlate, detergen dan byclin. Sterilisasi bahan tanam menggunakan detergen, byclin, dan banlate. Dari ketiga bahan sterilisasi tersebut yang paling baik yaitu sterilisasi menggunakan banlate,  hal tersebut dapat terjadi dikarenakan banlate adalah bahan untuk sterilisasi dari jamur dan virus, yang mana pada proses kultur jaringan umumnya sering terjadi kontaminasi yang disebabkan oleh jamur. Sehingga sterilisasi menggunakan banlate dapat mengurangi terjadinya kontaminasi dalam kegiatan kultur jaringan.
The stem pieces were then cut into 2 cm long nodal cuttings, each having a bud. The nodal cuttings were washed in running tap water and then surfacesterilized with 40% (v/v) Jik®(commercial bleach) containing 1.5% sodium hypochlorite and a drop of Tween 20® for 20 minutes. The explants were immersed in 70% (v/v) ethanol for six minutes and then rinsed four times with sterile distilled water (Ogero,2012).
Meristems isolated from tuber sprouts were sterilized by immersion for several seconds in 70% ethanol followed by immersion in mercuric chloride 0.1% for 2 minutes and rinsed 3 times with sterile, distilled water. The tip and sub-tending leaf primordia were removed with in aseptic condition and inoculated half onto the virus reduction medium and half on normal regeneration culture media, in Petri dishes (Oana,2012).
3.3 
Pada labu erlenmeyer (diisi dengan : - makro: 30 mL, CaCl2: 3 mL, - mikro A: 3 mL, - mikro B: 0,3 mL, - FeEDTA: 3 mL, - Vitamin: 0,3 mL.
 
Timbang sukrosa
 
Timbang agar-agar
 
Pembuatan Stok Media MS




 















The low cost medium consisted of 100 mL/L of macronutrients’ stock solution, 10 mL/L of magnesium sulphate stock solution, 0.2 g/L of Stanes Iodized Microfood®, 30 g/L of table sugar and 3 g/L of gelrite. The MS salts supplemented with 30 g/L of table sugar and 3 g/L of gelrite were used as the control. Both media were sterilized by autoclaving at a temperature of 121 °C and 15 pounds of pressure per square inch for 15 minutes (Ogero,2012).
The regeneration medium consisted of: Murashige and Skoog (1962) (M & S) salts, NaH2PO4.2H2O (221 mg/l), thiamine HC1 (0.4 mg/l), inositol (100 mg/l), sucrose (30 g/l), agar (7.5 g/l), pH adjusted to 5.8. Culture tubes were then incubated at 20-21 o C in 16 hr photoperiod with 2000 lux intensity. Plantlets regenerated were multiplied through stem cuttings on MS basal medium in culture tubes, containing indole-3-acetic acid (1mg/l), indole-3-butyric acid (1mg/l) and gibberellic acid (0.3 mg/l) (Oana,2012).
3.4  Aklimatisasi
Kegiatan pemindahan plantlet (tanaman kecil) dari media in vitro ke media in vivo (lingkungan sebenarnya) adalah aklimatisasi. Proses kultur jaringan krisan saat praktikum berlangsung tidak sampai pada tahap aklimatisasi karena waktu praktikum yang terbatas.
IV.             KESIMPULAN
Dari data pengamatan pada hampir semua eksplan (kentang, mawar dan krissan) pada tahapan kultur jaringan harus steril karena beberapa eksplan terkontaminasi oleh jamur dan bakteri akibat kurangnya penanganan sterilisasi.



DAFTAR PUSTAKA

Anonymous a, 2012. Teknik Sterilisasi http://elearning.unram.ac.id /KulJar/BAB% 20IV% 20STERILISASI/IV2%20Sterilisasi %20Alat.html. Diakses Tanggal 24 Mei 2013.
Dokumentasi Pribadi, 2013. FP UB. Malang
Nalini, R. 2012. Micropropagation Of Chrysanthemum (Chrysanthemum morifolium) Using
Shoot Tip as Explant. International Journal of Food, Agriculture and Veterinary Sciences ISSN: 2277-209X (Online)
Oana, Danci. 2012. Production of virus free potato plantlets. JOURNAL of Horticulture,
Forestry and Biotechnology Volume 16(1), 232-238, 2012
Ogero, Kwame O, dkk. 2012. Response of Two Sweet Potato (Ipomoea batatas L. Lam)
Varieties Regenerated on Low Cost Tissue Culture Medium. Journal of Agricultural Science and Technology B 2 (2012) 534-539 : David Publishing
Ogero, Kwame O, dkk. 2012. Low Cost Tissue Culture Technology in the Regeneration
of Sweet Potato (Ipomoea batatas (L) Lam). K.O. Ogero et al / Research Journal of Biology (2012), Vol. 02, Issue 02, pp. 51-58 ISSN 2049-1727
Syarifah Iis Aisyah, Surjono H. Sutjahjo, Rustikawati dan Catur Herison . 2009. Induksi Kalus Embriogenik pada Kultur In Vitro Jagung (Zea mays) dalam Rangka Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Variasi Somaklonal. ISSN 1411 – 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus, No. 3 2007, Hlm. 344 - 350 344.
Torres, K.C. 1989. Tissue Culture techniques for Horticultural Crops. Von Hostrand Reinheld. New York.
Yusnita. 2005. Kultur Organ Tanaman Eksplan. Balai Pengakajian Ilmiah. Universitas Sudirman : Yogyakarta.
Wetherel. 1975. Tissue Culture for Eksplaned To Plants. University of Chicago : USA.
Zulkifli. 2008. Kultur Jaringan Tumbuhan. http://9fly.wordpress.com/2008/12/22/kultur-jaringan-tumbuhan/. Diakses tanggal 24 Mei 2013